Rabu, 07 Mei 2025

Aku Tidak Menunggu Walau Punya Banyak Buku

 Seperti sajak puisi Pak Sapardi, ‘Aku ingin mencintaimu dengan sederhana’. Sama sederhananya dengan denganku. Aku hanya ingin menyimpan apa yang kurasa dalam diam, serahasia mungkin, hingga debarannya tidak diketahui oleh dirimu. Di usia 17 tahun, seorang gadis remaja lugu yang merasa masa putih abunya sangatlah menyenangkan tanpa genre romance, yang tiap harinya hanya haha hihi bareng temen. Ah, kenapa puisi senja itu kau tulis di room chatku, tak punya buku catatankah dirimu atau sekadar notes di SmartPhone?

Sungguh! Beberapa hari kemudian kau memposting puisi senja itu dengan foto diriku berlatarkan senja. Ah, kepalang percaya diri aku! Memalukan! Setengah gila rasanya! Cengar-cengir nggak jelas. Tapi aku merasa itu bukan untuk diriku. Dan kurasa tebakanku benar.

Kau berangkat menimba ilmu di tempat jauh. Sementara aku terpaku dengan ketidakjelasan prasangkaku sendiri. Kuhibur diriku sendiri dengan menyatakan ‘Tak apa pergilah sejauh dan selama mungkin, aku tetap menunggu. Aku punya banyak buku’, hampir gila dengan prasangka-prasangka yang bercokol di kepalaku membentuk kusutan benang ruwet, dan mungkin susah diurai.

25 September 2024. Sepulang kuliah jam 4 sore setelah presentasi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, aku menuliskan beberapa baris doa untuk harimu itu, dengan harapan bingkisan-bingkisan yang kulangitkan sampai kepadamu dalam bentuk kebaikan yang terus menyertai. Hanya saja pada hari itu juga kamu membuat sebuah instastory yang mana dapat kutebak bahwa isinya tidak kau tujukan untuk diriku. Aku berasumsi bahwa mungkin saja dirimu memang memiliki pujaan hati. Dan itu bukan aku.

Aku benci menjadi perempuan yang sibuk dengan perasaan dan prasangkanya. Sudah cukup. Aku ingin berkembang, dan aku tahu caranya. Aku tidak boleh menunggumu. Bulan Oktober akhir kuberanikan diriku mengungkapkan apa yang kurasa. Sedikit ekstrem, namun kata pepatah bahwa cinta yang tidak diungkapkan tidak akan menjadi apa-apa. Aku menaruh harapan apapun. Aku hanya jujur. If we never try how will we know, kan?

Setelahnya, aku menjalani hidupku dengan ringan tanpa prasangka apapun. Karena aku tidak menunggu. Aku hanya berkembang.

Hari ini Selasa tanggal 6 Mei 2025. Perasaanku masih menghangat ketika mengingat tentang dirimu, hangatnya persis ketika pertama kali aku menyadari apa yang kurasa. Aku ingin sekali rasa-rasanya memberitahu seluruh dunia, mungkin perasaanku mendapatkan balasan. Hanya saja aku hanyalah gadis remaja menuju dewasa berusia 18 tahun. Cita-citaku banyak, memiliki ambisi besar, dan terus mengumandangkan slogan ‘If we never try how will we know?’ dan ‘YOLO!’ (You Only Live Once).

If you go i’ll stay. Aku tidak menunggumu walau aku punya banyak buku. Tapi aku di tempat yang sama. Semoga kamu tidak tersesat di jalan. Apapun nanti, mungkin aku bisa menerima. Ah, nanti pukul 02.00 dini hari Barca lawan Inter Milan Leg kedua UCL di San Siro, Leg pertama hasil 3-3. Sedang apa kamu? Kasihan sekali dirimu, rasa-rasanya baru kali ini aku insecure. Merasa kerdil sekali jikalau bersamamu. Aku bukan lulusan pondok pesantren, yali-yali pun tidak (kurang suka aku memakai gamis). Kalau tak menjadi soal buatmu maka tak apalah 9/10 tahun mendatang, siapa tahu memang tulang rusukmu yang kucuri tempo dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Pers ketika Senja

 28 Mei sampai 1 Juni Sovia hectic sekali. Tanggal 28 berangkat kuliah diantar Amri dengan drama yang sangat astaghfirullah. Lalu terburu t...